Sabtu, 06 Juli 2013

Industri Sepakbola Masa Depan: Pemain Muda

Sabtu (06/07/2013) ini, saya ke stadion Gajayana Malang, seperti biasa ada tugas yang memang saya harus lakukan. Di stadion milik Pemkot Malang ini ada pertandingan antara dua tim yaitu Persema Malang melawan Persiraja Banda Aceh. Membosankan di awal pertandingan, bahkan sampai babak pertama selesai tak ada peluang emas yang dicetak kedua tim.


Di babak kedua situasinya berubah permainan semakin menarik, namun saat Persema main dengan 10 orang karena salah satu pemainnya di kartu merah wasit membuat situasi berubah. Persiraja dengan mudah menguasai pertandingan dan akhirnya menang dengan skor telak 0-3.


Kekalahan ini juga seolah menambah rentetan catatan buruk Persema Malang dalam beberapa laga terakhir. Sebelumnya tim berjuluk Bledex Biru ini juga kalah dari Semen Padang dengan skor telak juga 0-5. Kenapa akhirnya kalah? Tentu saja karena taktik bermain, kondisi financial tim dan pelatih yang kurang berpengalaman.


Tapi terlepas dari rentetan hasil buruk tersebut adalah kemauan Persema untuk terus mengembangkan pemain-pemain muda local Malang. Pada laga melawan Persiraja, tercatat mungkin hanya M Kamri saja yang usianya diatas 25 tahun. Sisanya masih dibawah 25 tahun, bahkan masih ada yang sekolah SMA.


Pemain-pemain muda ini tampak semangat bermain, tak berpikir mau menang dengan skor berapa, mau kalah dengan skor berapa namun tetap gigih berjuang hingga wasit meniup peluit akhir pertandingan. Pemain muda sebagai investasi masa depan sepakbola seharusnya juga mulai dipikirkan pengelola klub.


Klub-klub di Indonesia jangan melulu ngebet juara liga dengan membeli pemain mahal yang sudah tua namun melupakan regenerasi di dalam tim. Bahkan mungkin target juara liga itu juga hanya untuk kepentingan politik seperti memenangkan pilkada di daerah tertentu. Bahkan kalau klub sadar sebenarnya dengan berinvestasi pemain muda ini merupakan bisnis baru dalam sepakbola yang sekarang sudah menjadi industry.


Pantau pemain muda berkualitas di tiap daerah, kontrak jangka panjang dengan nilai kontrak yang masih murah. Tambah jam terbang mereka dan kemudian jika semakin berkembang maka klub lain akan berminat yang mau tidak mau jika ingin membeli harus mengeluarkan uang transfer. Disini keuntungan akan didapat.


La Masia (milik Barcelona), sebagai salah satu contoh sekolah pemain sepakbola dengan umur muda yang sukses telah meraup banyak untung dari proyek ini. Klub mancanegara sudah merilik ini sebagai salah satu industrinya, tapi bagaimana dengan klub Indonesia? Mungkin baru segelintir saja.


Dalam berbisnis di sepakbola mungkin kita harus mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Ruport Murdoch, pemilik jaringan TV besar dunia. Namun uniknya, ia tidak mau masuk ke sepakbola praktis seperti membeli klub atau bahkan menaruh sahamnya. Yang dibidik hanya satu, ujung dari bisnis sepakbola yakni uang. Dan Murdoch cukup mencegatnya pada hak siar pertandingan yang masuk dalam jaringan televisinya, terutama di Inggris.


Berani berindustri sepakbola dengan pemain muda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar